Jumat, 11 November 2016

Larangan berpakaian Melayu



  A.Etika dan Larangan Berpakaian Melayu
Hasil gambar untuk Gambar  pakaian Melayu
Ungkapan adat Melayu mengatakan “Adat memakai pada yang sesuai, adat duduk pada yang elok, adat berdiri tabukan diri”. Ungkapan ini mengandung makna yang dalam, intinya memberi petunjuk bahwa setiap orang dituntut untuk meletakkan sesuatu pada tempatnya, berperilaku menurut alur dan patutnya.

Dalam hal berpakaian hendaklah mengacu kepada asas sesuai yaitu sesuai pakaiannya, sesuai memakainya, sesuai cara memakainya, sesuai tempat memakainya, sesuai pula menurut ketentuan adat atau yang ditegaskan lagi elok baju karena sejudu, elok pakaian karena sepadan. Selain itu diingatkan pula agar orang yang memakai pakaian Melayu itu haruslah menampakkan sikap dan perilaku terpuji, menunjukkan kepribadian yang baik, sehingga tidak merusak atau merendahkan martabat pakaian Melayu yang dipakainya.

Penegasan ini menunjukkan bahwa dalam memakai pakaian Melayu terutama pakaian adatnya tidaklah dapat dilakukan dengan semena-mena atau mengada-ada atau memandai -mandai, tetapi wajiblah mengacu dan mengikuti nilai hakikat dalam budaya Melayu yang sesuai dengan ajaran Islam.

Dalam kehidupan masa silam, orang Melayu amatlah cermat dalam hal ihwal berpakaian, amat teliti dalam menentukan adat istiadat tentang cara memakai pakaian dan amat menjunjung tinggi nilai agama dan budaya dalam berpakaian.

Orang Melayu selalu berusaha memilih pakaian yang sesuai dengan dirinya dan kedudukannya, berusaha memakai pakaian dengan baik dan benar, dan berusaha menjaga agar tidak melanggar segala larangan dalam berpakaian, dan berusaha pula untuk menunjukkan perilaku terpuji dalam kehidupan sehari-harinya.

Yang dimaksudkan dengan larangan dalam berpakaian Melayu adalah segala larangan atau pantangan yang ditetapkan oleh ajaran Islam dan adat istiadat (budaya) Melayu yang diperlakukan bagi siapa saja yang memakai pakaian Melayu. Larangan yang mengacu pada ajaran Islam antara lain pantangan membuka aurat, pantangan terlalu ketat, pantangan terlalu nipis(jarang). Sedangkan pantangan menurut adat kebanyakan diperlakukan kepada pakaian adat yang sarat dengan beragam ketentuan adatnya, meliputi hak yang boleh dan tidak boleh memakai, cara memakai, tempat memakai, kelengkapan pakaian, warna pakaian, dan sebagainya.



  1.  Larangan Membuka Aurat

Setiap pemakai pakaian Melayu diwajibkan untuk menutupi aurat orang yang memakainya. Asas ini sangat diutamakan, sebab pakaian yang tidak menutupi aurat dianggap merendahkan harkat dan martabat kemanusiaan, melanggar akidah Islam dan ketentuan adat resam Melayu. Perilaku orang yang memakai pakaian yang tidak menutupi auratnya itu sangatlah di celah dan di pantangkan baik oleh agama Islam maupun oleh adat resam Melayu yang mengacu kepada Agama Islam.


  2.  Larangan Terlalu Tipis
Bahan Pakaian Melayu di Pantangkan Terlalu Tipis (jarang) yang menyebabkan tubuh pemakainya kelihatan (tembus pandang), terutama bagi kaum perempuan. Orang tua mengatakan semakin tipis bajunya, semakin tipis imannya. Dalam ungkapan adat dikatakan “Apabila berkain baju terlalu tipis, di situlah tempat setan dan iblis, “atau dikatakan, “Apabila memakai baju terlalu jarang, malu tak ada aib pun hilang, “atau dikatakan, “Sesiapa memakai tembus mata, tanda dirinya di dalam nista”.

  3.  Larangan Terlalu Ketat
Pakaian Melayu dipantangkan terlalu ketat sehingga menampakkan lekuk-lekuk tubuhnya. Ungkapan adat mengatakan, “Apabila memakai terlalu ketat, agamanya hilang binasa adat”, atau dikatakan, “Sesiapa berbaju terlalu sempit, imannya malap jiwanya sakit”. Ungkapan Selanjutnya menegaskan, “Tanda melayu memegang adat, pantang sekali berbaju ketat”, atau dikatakan, “Tanda orang teguh beriman, pakaian sempit dia jauhkan”.


  4.  Larangan Memandai-Mandai
Yang dimaksud dengan Pantangan Memandai-mandai adalah pantang membuat ataupun memakai pakaian dengan sesuka hati semata-mata tanpa memahami dan memperdulikan larangan dan ketentuan adat-istiadat yang berlaku. Para Orang Tua mengatakan “ Bila berbaju  memandai-mandai, tanda dirinya buruk perangai”, atau dikatakan, “Apabila berpakaian memandai-mandai, aib tersingkap malu terburai”.



Larangan memandai-mandai ini tidaklah bermakna melarang berkembangnya kreativitis orang dalam membuat pakaian Melayu, tetapi semata-mata untuk menjaga agar pakaian yang dimaksud tidak menghilangkan symbol dan nilai hakikinya sebagai perwujudan jati diri kemelayuan. Orang tua mengatakan, “Di dalam pakaian Melayu ada pakaian lahir dan ada pakaian batinnya”, atau dikatakan, “Di dalam baju kurung banyak makna yang terkandung”.



Pantangan memandai-mandai ini diberlakukan pula kepada cara memikat kelengkapan pakaian dan warna pakaian. Sebab dalam pakaian adat, cara memakai, alas kelengkapan pakaian serta warna pakaian amatlah penting karena semuanya mengandung symbol dan falsafah tersendiri yang tidak dapat dianjak ahli dengan semena-mena.

Semoga bermanfaat dan berguna setelah membaca artikel Etika dan Larangan Berpakaian Melayu yang telah saya buat ini.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar